Seringkali aku berkata,
ketika orang lain memuja milikku,
sesungguhnya ini hanya titipan.
Bahwa mobilku hanya titipanNya,
bahwa rumahku hanya titipanNya,
bahwa hartaku hanya titipanNya,
bahwa putraku hanya titipanNya.
Tapi mengapa aku tak pernah bertanya mengapa Dia menitipkannya kepadaku??
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus aku lakukan untuk milikNya ini??
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku??
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali olehNya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah DERITA...
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku.
Aku ingin lebih banyak harta,
lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas.
Dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku,
seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti "matematika":
"AKU RAJIN BERIBADAH, MAKA SELAYAKNYA DERITA MENJAUH DAN NIKMAT DUNIA KERAP MENGHAMPIRIKU"
Kuperlakukan Dia seolah "MITRA DAGANG" dan bukan "KEKASIH"
Kuminta Dia membalas "PERLAKUAN BAIKKU" dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai keinginanku...
YA ALLAH... padahal setiap hari kuucapkan "hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah..."
*Kali pertama membaca puisi ini, hatiku merasa terpukul, tertampar oleh pemikiran sang pujangga WS Rendra tentang hidup... Tentang perilaku manusia atas Tuhannya, atas Sang Pencipta yang telah memberikannya hidup dan kehidupan.
Seringkali "penyerahan diri" terkaburkan dengan apa yang disebut dengan "kebahagiaan dan kebanggaan diri". Manusia seringkali meminta semua yang diinginkannya, apapun. Pada saat Allah mengabukan doa dan keinginanNya, merasa bahagialah kita, tak henti-hentinya sujud syukur kita panjatkan kepada Sang Illahi Rabbi atau terkadang ada segelondong manusia yang bahkan tidak ingat bahwa ada camput tangan Tuhan di balik kesuksesan dan kebahagiaannya. Seolah-olah dia merasa semua yang telah diraihnya semata-mata adalah hasil perjuangannya selama ini. Namun pada saat Allah tidak mengabulkan apa yang kita inginkan, kita menjadi begitu marah, kesal, tidak terima atas apa yang Allah perlakukan terhadap kita. Guys... miris banget... bukannya Allah Maha Tau, Maha Baik, Maha Adil Dia... Dia memberikan semua yang kita butuhkan, semua hal yang kita butuhkan (dengan diiringi usaha dan doa tentunya).
Hanya dengan berbuat baik, Allah memberikan kita yang terbaik. Dalam puisi Rendra tertulis "seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika", gw percaya, hal itu benar adanya. Walaupun banyak diantara kita yang berfikir bahwa "jika aku berbuat baik kepada seseorang, dia pasti akan berbuat baik kepada kita". Belum tentu kebaikan yang kita berikan pada seseorang akan dibalas oleh kebaikan, bahkan malah dibalas dengan ketidakbaikan. Tapi gw percaya, Allah Maha Adil, kebaikan yang kita lakukan kepada seseorang, sekecil apapun, Allah pasti akan membalasnya, mungkin lewat seseorang yang belum kita kenal atau seseorang yang tak pernah kita duga sebelumnya. Allah akan membayar cash apa yang telah kita perbuat, baik atau buruk...
Kadang pernah kita merasakan begitu dipermudah dalam menghadapi permasalahan yang rumit, mungkin itu meupakan balasan dari kebaikan yang pernah kita lakukan pada kehidupan yang lalu. Atau mungkin kita merasa Allah tidak adil karena memberikan berbagai kesulitan dalam menjalani hidup. Hal itu ungkin merupakan representasi dari hal buruk yang pernah kita lakukan di masa lalu...
Yang pasti, gw masih belajar... belajar dan berusaha untuk menyadari bahwa dunia ini hanya sementara, tempat kita belajar dan mengumpulkan kebaikan untuk kita bawa di kehidupan yang nyata kelak. Semoga Allah memudahkan jalan untuk mencapai ridhoNya, amin...
puisi itu tepat banget buat kita2 disini, semoga kita tetep istiqomah ya di jalan-Nya Amin...
BalasHapus